Bahan Tambahan Makanan (BTM)
sering juga di sebut Bahan Tambahan Pangan (BTP). Terdapat jenis BTP yang
memiliki nilai gizi tetapi ada juga yang tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti
2007). Bahan tambahan pangan
adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan
ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau
penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa,
dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan utama
(Silalahi 2011).
Golongan
BTP yang diizinkan diantaranya sebagai berikut:
a. Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan yang dapat
mencegah atau menghambat fermentasi, penguraian, atau pengasaman yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Pengawet dipergunakan untuk mengawetkan makanan
atau memberikan kesan segar pada makanan (Silalahi 2011). Makanan yang
menggunakan pengawet yang tepat (menggunakan pengawet yang dinyatakan aman)
dengan dosis di bawah ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi
konsumen. Kasus yang terjadi selama ini bahwa sejumlah produsen nakal
menggunakan pengawet yang ditujukan untuk tekstil, plastik, bahkan pengawet
mayat. Bahan-bahan pengawet tersebut yang paling sering digunakan adalah
formalin dan boraks (Daniaty 2009).
Formalin biasanya digunakan sebagai
pengawet mayat. Tapi dalam beberapa makanan seperti mie basah, tahu, ikan asin,
bakso, dan permen ditemukan adanya formalin. Sementara boraks yang biasanya
digunakan sebagai fungisida, herbisida dan insektisida, meskipun bukan pengawet
makanan sering pula digunakan sebagai pengawet dan pengenyal makanan antara
lain bakso, lontong, mie, kerupuk dan berbagai makanan tradisional seperti
alen-alen. Ciri-ciri bakso yang formalin dan boraks yakni sangat kenyal, warna
lebih putih dan akan menjadi abu-abu tua jika ditambahkan obat bakso berlebihan
(Daniaty 2009).
b. Pewarna
Zat pewarna ditambahkan ke dalam makanan
bertujuan untuk menarik selera dan keinginan konsumen. Zat-zat pewarna alam
yang sering digunakan misalnya kunyit dan daun pandan. Dibandingkan dengan
pewarna alami maka bahan pewarna buatan mempunyai banyak kelebihan yaitu dalam
hal aneka ragam warnanya, keseragaman warna, kestabilan warna, dan
penyimpanannya lebih mudah serta lebih tahan lama (Winarno 1980 dalam Daniaty 2009). Dalam memilih
makanan sebaiknya hindari makanan dengan warna merah, kuning, dan hijau maupun
warna-warna lain yang terlihat ’ngejreng’, karena tidak menutup
kemungkinan warna yang terlalu mencolok tersebut berasal dari bahan pewarna nonmakanan
seperti pewarna tekstil yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Daniaty 2009).
c. Pemanis
Industri pangan
dan minuman lebih menyukai menggunakan pemanis sintetis karena selain harganya
relatif murah, tingkat kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari
pemanis alami. Hal tersebut mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis
sintetis terutama sakarin dan siklamat. Rasa manis yang dirasakan dari pemanis
sintetis biasanya menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin terasa dengan
bertambahnya bahan pemanis ini (Octaviana 2012). Dalam kehidupan sehari-hari,
pemanis buatan sakarin dan siklamat maupun campuran keduanya sering ditambahkan
ke dalam berbagai jenis jajanan anak-anak seperti makanan ringan (snack),
cendol, limun, makanan tradisional dan sirop (Octaviana 2012).
Anak
Sekolah khususnya anak SD merupakan konsumen pangan jajanan yang cukup besar
jumlahnya sehingga resiko gangguan kesehatan karena pangan yang tidak aman juga
besar. Agar tidak mengalami masalah keamanan pangan dari jajanan yang mereka
konsumsi, maka sangat diharapkan perhatian dari semua pihak, baik dari produsen
pangan jajanan tersebut maupun dari IRT dan Guru untuk turut memantau konsumsi
pangan jajanan oleh anak sekolah (Rahayu, dkk 2011).
No comments:
Post a Comment